[Bangun dalam Kondisi Ngantuk]
Ayla terbangun dalam keadaan mengantuk dan linglung. Pukul 2 dini hari baru bisa tidur dan harus kembali bangun pukul 5 pagi. Itu artinya Ayla cuma tidur sekitar 3 jam. Kepalanya terasa berat dan berputar. Rasanya sangat capek.
Makanya, dia menunggu beberapa menit di tempat tidur untuk menyesuaikan tubuhnya agar siap bangun. Tidak lama, Ayla pun terduduk. Dengan terkantuk-kantuk, ia bersiap-siap untuk berangkat. Pagi ini ada jam mengawas ulangan kelas 5.
Setelah kemarin Rabu jadwal matematika bentrok dengan kedatangan Puteri DKI Jakarta, jadwal itu diundur jadi hari Jumat di jam pertama. Jadi mau nggak mau Ayla harus datang ke sekolah dan mengawas kelas 5.
Meskipun mengantuk, Ayla tetap berusaha menguatkan diri untuk bertahan sehari ini saja. Mumpung besok Sabtu dan ia cuma ngajar setengah hari aja di bimbel, habis itu bisa tidur sepuasnya.
[Mengawas Kelas 5]
Ayla sarapan, mandi, menyiapkan bekal, dan berbagai persiapan lainnya. Sampai pukul 07.15, ia pun siap untuk pergi ke sekolah. Jadwal ulangan kelas 5 itu di jam 07.30, itu artinya waktunya untuk otw sangat pas-pasan.
“Yaudah lah gapapa, yang penting nggak telat aja,” batinnya.
Dan benar, begitu ia otw, ia sampai di sekolah tepat pukul 07.30. Ayla pun langsung masuk ke kelas 5 untuk memulai ulangan pada hari itu.
Anak-anak kelas 5 bukan tipe anak-anak yang nakal dan kurang ajar. Mereka lebih kepada kenakalan anak biasa yang hobi bermain. Mereka juga nggak ada yang berani ngelawan gurunya.
Meskipun pada akhirnya tetap berisik karena anak-anak pada hobi main (dan itu di jam ulangan), ulangan tetap bisa berlangsung. Mereka ini memang ajaib, meskipun main tapi ulangan mereka tetap selesai, dan nggak ada yang nggak mau ngumpulin ulangan. Mereka masih ada kemauan buat ulangan.
Yaaa meski Ayla nggak bisa berharap terlalu banyak buat nilainya.
Akhirnya di jam 09.00, ulangan matematika pun selesai. Kepalanya sudah berputar-putar rasanya karena harus menjelaskan soal yang tidak dimengerti anak-anak, sekaligus kejar-kejaran nyuruh mereka duduk dan ngerjain soal. Rasanya Ayla udah kayak setengah sadar karena kesadarannya seperti sudah di awang-awang.
Mungkin kalau disuruh ngawas kelas 5 lebih lama lagi dengan kondisi cuma tidur 3 jam, dia bisa pingsan.
Dengan terhuyung-huyung, Ayla berjalan ke ruang guru dan terduduk di kursinya.
“Hahhh,” napasnya terhela panjang sambil memejamkan mata. Rasanya dia kangen kasur dan saat itu juga pengen langsung rebahan dan berkunjung ke alam mimpi.
Ayla menelungkupkan kedua lengannya di atas meja dan membenamkan kepala di sana. Sambil memejamkan mata, mencoba mengurangi rasa berputar di kepalanya, Ayla sempat tertidur kurang lebih sepuluh menit sebelum kembali bangun karena pegal-pegal.
“Iyalah! Tidur dengan kondisi kayak gitu, gimana nggak pegal,” pikirnya.
Mencoba menyadarkan diri agar tetap terjaga, Ayla pun memutuskan untuk makan bekal kue yang dibawa dari rumah. Setidaknya saat makan, dia ada pergerakan dan hal itu bisa membuatnya kembali melek.
[Istirahat Sejenak]
Jam 11, akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu: waktu pulang! Ayla memutuskan untuk pulang dulu karena dia sangat butuh rebahan. Dengan sisa tenaga, ia ngebut pulang ke rumah. Sampai di rumah, mamanya nanya, “Kok tumben pulang?”
“Iyaa, mau rebahan dulu, masih agak lama juga otw-nya,” jawab Ayla.
Dia meminta dibangunkan pukul 12.00. “Akhirnyaaaa aku bisa rebahan!!!!” teriaknya dalam hati.
Ia langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur, berguling-guling menikmati lembutnya kasur. Tapi anehnya, bermenit-menit berusaha tidur, Ayla malah nggak bisa tidur. Dia sendiri juga bingung.
Berusaha memejamkan mata, tapi tetap nggak bisa. Kayaknya waktunya terlalu sebentar dan tubuhnya pun merespon bahwa dia nggak terbiasa tidur dalam waktu yang sempit dan terbatas.
Jadinya nggak ngantuk, padahal tadi rasanya udah berat banget.
Alhasil jam 11.30, Ayla kembali terduduk di kasur dan memutuskan untuk makan siang. Sambil makan, dia ngobrol sama mama tentang jadwal yang semakin padat. Mereka membicarakan berbagai kemungkinan akan dua pekerjaannya ke depan. Tapi itu semua masih belum pasti.
“Lihat situasinya dulu aja,” pikir Ayla. Tapi yang jelas, dia masih kekeuh ingin mengejar mimpinya berkarier di bidang penulisan.
Waktu mama tahu kalau Ayla kurang tidur buat nulis, mama bilang jangan terlalu berlebihan. Tapi Ayla tetap bersikeras. Dia mau komitmen buat nulis tiap hari karena itu hal yang dia cintai. Menulis adalah salah satu bentuk healing termudah untuknya. Lewat menulis, dia bisa menumpahkan semua perasaannya. Ayla bilang, meski ada lemburan kerjaan, semalam apa pun itu, dia tetap akan menulis.
“Walaupun nanti aku ngantuk pas ngajar, yaudah lah gapapa. Paling hasil ngajarku apa adanya. Ini juga bukan kemauanku, kan?”
Selesai makan, Ayla pun bersiap ke bimbel. Jam 12.30, dia langsung otw.
[Bimbel]
Hari ini Ayla cuma ngajar dua kelas. Harusnya tiga, tapi karena Ardy udah dimajukan kelasnya jadi hari Selasa kemarin, yaudah dua kelas aja jadinya.
Di dua kelas itu cukup terkondisikan. Hanya saja di kelas pertama, Diana — salah satu muridnya — sedang sakit. Jadi Ayla ngebolehin Diana buat belajar yang ringan-ringan aja. Sisanya, dia suruh tiduran di karpet.
Dua anak lainnya masih bisa dikondisikan buat belajar baca tulis. Tentu saja sambil mewarnai sebagai ice breaking biar mereka nggak stres karena belajar terus.
Selesai kelas pertama, pas mau turun dan jemput murid berikutnya, Ayla dikasih tahu Kak Vio kalau salah satu muridnya berhenti les. Tapi pas ditanya alasannya, nggak jawab.
Ayla ditanya, kira-kira kenapa? Apa ada masalah sama temannya? Ayla mencoba mengingat-ingat, tapi kayaknya nggak ada hal serius.
Dia cuma ingat mereka pernah sedikit berselisih, tapi itu keributan kecil khas anak-anak, dan mereka udah baikan. Ayla bahkan nggak ngeh kalau ada sesuatu yang besar sedang terjadi.
Setelah menjawab itu, Ayla langsung naik ke atas bareng Kevin. Mereka belajar tentang this, that, those, dan these. Satu jam pelajaran pun selesai. Setelah Kevin pulang, Ayla langsung merebahkan tubuh.
Tubuhnya rasanya lunglai. Kepalanya terus memikirkan soal murid yang keluar les.
“Kenapa ya? Kok aku nggak inget apa-apa?”
TING!
Ponselnya berbunyi. Ada chat dari Kak Vio.
Rupanya Erika — murid yang kemarin terjatuh — sakit agak parah. Tulang sikunya bergeser dan harus diurut di klinik patah tulang.
Kabar itu langsung membuat kepala Ayla merasa berdebam dan... Dia merasa bersalah.
“Kenapa aku nggak bisa jagain Erika dengan baik? Kenapa bisa lengah, padahal muridku cuma tiga?”
Ayla merasa... mungkin dia memang nggak cocok jadi guru. Sosok guru yang dia bayangkan: lembut, perhatian, penuh kasih sayang, bisa mengekspresikan cinta pada anak-anak... sangat jauh dari dirinya.
Sedangkan dia — dingin, kaku, nggak ekspresif, dan nggak tahu cara menunjukkan perhatian.
Dia merasa seperti ditampar.
“Cuma jagain tiga anak aja, masa sampai ada yang sakit kayak gini?”
Ayla menatap kosong ke depan. Kedua berita dari Kak Vio mengguncang mentalnya.
“Kenapa sih mama papa pengen banget aku jadi pengajar?”
Daripada menangis di bimbel, Ayla memilih mengalihkan perhatian ke soal ulangan anak-anak kelas 4 dan 5, bermaksud buat dikoreksi. Tapi karena pikirannya lagi nggak karuan, dia cuma bisa nyelesaiin tiga orang.
Akhirnya, karena udah jam 16.30 dan Kak Vio serta Kak Dita udah pulang, Ayla juga memutuskan untuk pulang.
[Tidur]
Sampai di rumah, Ayla langsung tidur. Badannya udah nggak sanggup melek lagi. Dia butuh pelarian sejenak dari overthinking yang terus menyiksanya. Dia baru terbangun pukul 21.12. Perasaannya sudah sedikit lebih baik.
Karena sudah malam, Ayla cuma bangun buat makan malam, sholat Isya, dan gosok gigi. Setelah semuanya selesai, dia langsung teleponan dengan Kak Cakka.
Ayla butuh sosok pendamping, seseorang yang bisa jadi tempat pulang dan mencurahkan isi hati.
“Nggak papa, itu bukan salah kamu. Terkadang waktu kita kerja, pasti ada aja something shit happen, dan itu bukan sesuatu yang bisa kita kontrol. Kita bisa salah, kita bisa luput, namanya juga manusia. Yang penting jadiin itu pelajaran. Lain kali, kamu bisa bilang ke murid kamu, kalau naik-naik ke meja itu bahaya, biar mereka nggak jatuh lagi.” ucap Kak Cakka. Respon Kak Cakka itu langsung bikin Ayla menangis. Perasaannya membaik. Dia sadar, nggak ada gunanya menyalahkan diri sendiri atas hal yang sudah lewat. Yang penting adalah memastikan itu nggak terulang lagi.
Setelah curhat di blog dan Kak Cakka pamit tidur duluan, Ayla pun ikut tidur.
Hari yang panjang pun berakhir.
No comments:
Post a Comment