Friday, May 23, 2025

Mengeluh : Kelas Penuh, Soal Ujian, Persiapan Fun Day

Ayla : guru SD dan bimbel anak-anak

Hari itu, Ayla tidak berangkat ke sekolah. Memang tidak ada jadwal mengajar di sana, jadi ia hanya dijadwalkan masuk ke bimbel siang nanti, sekitar pukul 13.00. Malam sebelumnya ia begadang—tidak sampai larut, hanya sampai sekitar setengah sebelas malam. Tapi dengan aktivitas yang makin padat belakangan ini, tubuhnya mulai kewalahan. Ia lembur membuat soal ujian kenaikan kelas untuk siswa kelas lima. Soal yang, sayangnya, belum juga rampung.

Rencananya, pagi ini ia akan bangun pukul delapan untuk kembali melanjutkan soal itu. Namun rencana tinggal rencana—ia baru bangun pukul 09.45. Kayaknya memang tubuhnya benar-benar kelelahan.

Setibanya di bimbel, wajahnya tetap ceria. Ia tersenyum, menyapa anak-anak, menyemangati. Tapi senyum itu palsu. Di balik ekspresi ramahnya, ia menyimpan rasa lelah, muak, dan ingin menyerah. Ia tahu, ia harus bersyukur masih punya pekerjaan. Tapi pertanyaan itu diam-diam berbisik di kepalanya: kalau hatinya tidak ada di sini, layakkah ia terus memaksakan diri?

Kelas pertama dimulai. Kelas membaca dan menulis untuk anak-anak Bimba. Seharusnya hanya tiga anak yang hadir. Tapi ada dua anak tambahan—kelas pengganti karena mereka sempat absen sebelumnya. Lima anak kecil di satu ruangan kecil. Ramai bukan main. Padahal SOP-nya maksimal empat anak. Tapi, ya, mau bagaimana lagi. Ayla hanya bisa tertawa kecil dalam hati, sambil berusaha mengatur agar kelas tetap terkondisikan.

Pelajaran kedua: bahasa Inggris. Mata pelajaran yang paling membuatnya tidak percaya diri. Ia sendiri masih merasa perlu ikut les, bagaimana bisa ia mengajarkannya ke anak-anak? Kalau hanya vocabulary, ia masih mampu. Tapi begitu masuk ke kalimat dan grammar, kepalanya sering ikut pusing.

Pelajaran ketiga pun masih tentang bahasa Inggris. Untungnya, kali ini materi lebih ringan. Hanya kosa kata dasar. Sayangnya, muridnya cukup hiperaktif. Tak bisa diam barang sebentar. Energinya melompat-lompat, bertolak belakang dengan Ayla yang lebih senang ketenangan. Ia hanya bisa menarik napas panjang—guru seintrovert dirinya harus belajar menyesuaikan ritme dengan anak-anak seaktif itu.

Pukul empat sore, ia selesai mengajar. Tapi belum bisa pulang. Masih ada rapat. Para guru berkumpul membicarakan agenda besok—acara Fun Day bersama para siswa. Acara ini sebenarnya seru-seruan saja, tapi tetap saja melelahkan untuk dipersiapkan. Apalagi tidak ada upah lembur, hanya tambahan kerjaan.

Dan yang paling membuat Ayla enggan: Fun Day kali ini bertema bahasa Inggris. Ia bahkan ditunjuk jadi MC. Entah harus tertawa atau menangis. Ia hanya bisa membayangkan dirinya nanti akan lebih banyak berbicara dalam bahasa Indonesia daripada bahasa Inggris.

Pukul 17.40 ia akhirnya tiba di rumah. Rebahan sebentar, membuka laptop, dan mulai menulis. Cerita hari ini.

Malam ini, setelah menulis, ia harus lembur lagi. Mengerjakan soal yang tertunda.

Dan sekali lagi, ia bertanya dalam hati, “Kapan ya aku bisa keluar dari lingkaran pendidikan ini?”

No comments:

Post a Comment