Saturday, May 31, 2025

Mengeluh : Kurang Tidur dan Overthinking

Cover Mengeluh : Kurang Tidur dan Overthinking

[Bangun dalam Kondisi Ngantuk]

Ayla terbangun dalam keadaan mengantuk dan linglung. Pukul 2 dini hari baru bisa tidur dan harus kembali bangun pukul 5 pagi. Itu artinya Ayla cuma tidur sekitar 3 jam. Kepalanya terasa berat dan berputar. Rasanya sangat capek.
Makanya, dia menunggu beberapa menit di tempat tidur untuk menyesuaikan tubuhnya agar siap bangun. Tidak lama, Ayla pun terduduk. Dengan terkantuk-kantuk, ia bersiap-siap untuk berangkat. Pagi ini ada jam mengawas ulangan kelas 5.
Setelah kemarin Rabu jadwal matematika bentrok dengan kedatangan Puteri DKI Jakarta, jadwal itu diundur jadi hari Jumat di jam pertama. Jadi mau nggak mau Ayla harus datang ke sekolah dan mengawas kelas 5.
Meskipun mengantuk, Ayla tetap berusaha menguatkan diri untuk bertahan sehari ini saja. Mumpung besok Sabtu dan ia cuma ngajar setengah hari aja di bimbel, habis itu bisa tidur sepuasnya.

[Mengawas Kelas 5]

Ayla sarapan, mandi, menyiapkan bekal, dan berbagai persiapan lainnya. Sampai pukul 07.15, ia pun siap untuk pergi ke sekolah. Jadwal ulangan kelas 5 itu di jam 07.30, itu artinya waktunya untuk otw sangat pas-pasan.
“Yaudah lah gapapa, yang penting nggak telat aja,” batinnya.
Dan benar, begitu ia otw, ia sampai di sekolah tepat pukul 07.30. Ayla pun langsung masuk ke kelas 5 untuk memulai ulangan pada hari itu.
Anak-anak kelas 5 bukan tipe anak-anak yang nakal dan kurang ajar. Mereka lebih kepada kenakalan anak biasa yang hobi bermain. Mereka juga nggak ada yang berani ngelawan gurunya.
Meskipun pada akhirnya tetap berisik karena anak-anak pada hobi main (dan itu di jam ulangan), ulangan tetap bisa berlangsung. Mereka ini memang ajaib, meskipun main tapi ulangan mereka tetap selesai, dan nggak ada yang nggak mau ngumpulin ulangan. Mereka masih ada kemauan buat ulangan.
Yaaa meski Ayla nggak bisa berharap terlalu banyak buat nilainya.
Akhirnya di jam 09.00, ulangan matematika pun selesai. Kepalanya sudah berputar-putar rasanya karena harus menjelaskan soal yang tidak dimengerti anak-anak, sekaligus kejar-kejaran nyuruh mereka duduk dan ngerjain soal. Rasanya Ayla udah kayak setengah sadar karena kesadarannya seperti sudah di awang-awang.
Mungkin kalau disuruh ngawas kelas 5 lebih lama lagi dengan kondisi cuma tidur 3 jam, dia bisa pingsan.
Dengan terhuyung-huyung, Ayla berjalan ke ruang guru dan terduduk di kursinya.
“Hahhh,” napasnya terhela panjang sambil memejamkan mata. Rasanya dia kangen kasur dan saat itu juga pengen langsung rebahan dan berkunjung ke alam mimpi.
Ayla menelungkupkan kedua lengannya di atas meja dan membenamkan kepala di sana. Sambil memejamkan mata, mencoba mengurangi rasa berputar di kepalanya, Ayla sempat tertidur kurang lebih sepuluh menit sebelum kembali bangun karena pegal-pegal.
“Iyalah! Tidur dengan kondisi kayak gitu, gimana nggak pegal,” pikirnya.
Mencoba menyadarkan diri agar tetap terjaga, Ayla pun memutuskan untuk makan bekal kue yang dibawa dari rumah. Setidaknya saat makan, dia ada pergerakan dan hal itu bisa membuatnya kembali melek.

[Istirahat Sejenak]

Jam 11, akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu: waktu pulang! Ayla memutuskan untuk pulang dulu karena dia sangat butuh rebahan. Dengan sisa tenaga, ia ngebut pulang ke rumah. Sampai di rumah, mamanya nanya, “Kok tumben pulang?”
“Iyaa, mau rebahan dulu, masih agak lama juga otw-nya,” jawab Ayla.
Dia meminta dibangunkan pukul 12.00. “Akhirnyaaaa aku bisa rebahan!!!!” teriaknya dalam hati.
Ia langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur, berguling-guling menikmati lembutnya kasur. Tapi anehnya, bermenit-menit berusaha tidur, Ayla malah nggak bisa tidur. Dia sendiri juga bingung.
Berusaha memejamkan mata, tapi tetap nggak bisa. Kayaknya waktunya terlalu sebentar dan tubuhnya pun merespon bahwa dia nggak terbiasa tidur dalam waktu yang sempit dan terbatas.
Jadinya nggak ngantuk, padahal tadi rasanya udah berat banget.
Alhasil jam 11.30, Ayla kembali terduduk di kasur dan memutuskan untuk makan siang. Sambil makan, dia ngobrol sama mama tentang jadwal yang semakin padat. Mereka membicarakan berbagai kemungkinan akan dua pekerjaannya ke depan. Tapi itu semua masih belum pasti.
“Lihat situasinya dulu aja,” pikir Ayla. Tapi yang jelas, dia masih kekeuh ingin mengejar mimpinya berkarier di bidang penulisan.
Waktu mama tahu kalau Ayla kurang tidur buat nulis, mama bilang jangan terlalu berlebihan. Tapi Ayla tetap bersikeras. Dia mau komitmen buat nulis tiap hari karena itu hal yang dia cintai. Menulis adalah salah satu bentuk healing termudah untuknya. Lewat menulis, dia bisa menumpahkan semua perasaannya. Ayla bilang, meski ada lemburan kerjaan, semalam apa pun itu, dia tetap akan menulis.
“Walaupun nanti aku ngantuk pas ngajar, yaudah lah gapapa. Paling hasil ngajarku apa adanya. Ini juga bukan kemauanku, kan?”
Selesai makan, Ayla pun bersiap ke bimbel. Jam 12.30, dia langsung otw.

[Bimbel]

Hari ini Ayla cuma ngajar dua kelas. Harusnya tiga, tapi karena Ardy udah dimajukan kelasnya jadi hari Selasa kemarin, yaudah dua kelas aja jadinya.
Di dua kelas itu cukup terkondisikan. Hanya saja di kelas pertama, Diana — salah satu muridnya — sedang sakit. Jadi Ayla ngebolehin Diana buat belajar yang ringan-ringan aja. Sisanya, dia suruh tiduran di karpet.
Dua anak lainnya masih bisa dikondisikan buat belajar baca tulis. Tentu saja sambil mewarnai sebagai ice breaking biar mereka nggak stres karena belajar terus.
Selesai kelas pertama, pas mau turun dan jemput murid berikutnya, Ayla dikasih tahu Kak Vio kalau salah satu muridnya berhenti les. Tapi pas ditanya alasannya, nggak jawab.
Ayla ditanya, kira-kira kenapa? Apa ada masalah sama temannya? Ayla mencoba mengingat-ingat, tapi kayaknya nggak ada hal serius.
Dia cuma ingat mereka pernah sedikit berselisih, tapi itu keributan kecil khas anak-anak, dan mereka udah baikan. Ayla bahkan nggak ngeh kalau ada sesuatu yang besar sedang terjadi.
Setelah menjawab itu, Ayla langsung naik ke atas bareng Kevin. Mereka belajar tentang this, that, those, dan these. Satu jam pelajaran pun selesai. Setelah Kevin pulang, Ayla langsung merebahkan tubuh.
Tubuhnya rasanya lunglai. Kepalanya terus memikirkan soal murid yang keluar les.
“Kenapa ya? Kok aku nggak inget apa-apa?”

TING!
Ponselnya berbunyi. Ada chat dari Kak Vio.
Rupanya Erika — murid yang kemarin terjatuh — sakit agak parah. Tulang sikunya bergeser dan harus diurut di klinik patah tulang.
Kabar itu langsung membuat kepala Ayla merasa berdebam dan... Dia merasa bersalah.
“Kenapa aku nggak bisa jagain Erika dengan baik? Kenapa bisa lengah, padahal muridku cuma tiga?”
Ayla merasa... mungkin dia memang nggak cocok jadi guru. Sosok guru yang dia bayangkan: lembut, perhatian, penuh kasih sayang, bisa mengekspresikan cinta pada anak-anak... sangat jauh dari dirinya.
Sedangkan dia — dingin, kaku, nggak ekspresif, dan nggak tahu cara menunjukkan perhatian.
Dia merasa seperti ditampar.
“Cuma jagain tiga anak aja, masa sampai ada yang sakit kayak gini?”
Ayla menatap kosong ke depan. Kedua berita dari Kak Vio mengguncang mentalnya.
“Kenapa sih mama papa pengen banget aku jadi pengajar?”

Daripada menangis di bimbel, Ayla memilih mengalihkan perhatian ke soal ulangan anak-anak kelas 4 dan 5, bermaksud buat dikoreksi. Tapi karena pikirannya lagi nggak karuan, dia cuma bisa nyelesaiin tiga orang.
Akhirnya, karena udah jam 16.30 dan Kak Vio serta Kak Dita udah pulang, Ayla juga memutuskan untuk pulang.

[Tidur]

Sampai di rumah, Ayla langsung tidur. Badannya udah nggak sanggup melek lagi. Dia butuh pelarian sejenak dari overthinking yang terus menyiksanya. Dia baru terbangun pukul 21.12. Perasaannya sudah sedikit lebih baik.
Karena sudah malam, Ayla cuma bangun buat makan malam, sholat Isya, dan gosok gigi. Setelah semuanya selesai, dia langsung teleponan dengan Kak Cakka.
Ayla butuh sosok pendamping, seseorang yang bisa jadi tempat pulang dan mencurahkan isi hati.
“Nggak papa, itu bukan salah kamu. Terkadang waktu kita kerja, pasti ada aja something shit happen, dan itu bukan sesuatu yang bisa kita kontrol. Kita bisa salah, kita bisa luput, namanya juga manusia. Yang penting jadiin itu pelajaran. Lain kali, kamu bisa bilang ke murid kamu, kalau naik-naik ke meja itu bahaya, biar mereka nggak jatuh lagi.” ucap Kak Cakka. Respon Kak Cakka itu langsung bikin Ayla menangis. Perasaannya membaik. Dia sadar, nggak ada gunanya menyalahkan diri sendiri atas hal yang sudah lewat. Yang penting adalah memastikan itu nggak terulang lagi.
Setelah curhat di blog dan Kak Cakka pamit tidur duluan, Ayla pun ikut tidur.

Hari yang panjang pun berakhir.

Friday, May 30, 2025

Bahagia : Hari Libur dan Puasa

Cover Bahagia : Hari Libur dan Puasa

[Sahur – Bayar Hutang Puasa]

Hari ini adalah hari libur. Tanggal merah di kalender. Tidak ada mengajar, tidak ada ke sekolah, tidak ada ke bimbel. Betapa bahagianya Ayla.

Pagi Kamis itu, Ayla memutuskan untuk berpuasa. Rasanya ini saat yang pas untuk membayar hutang puasanya di bulan Ramadhan. Walaupun hanya tersisa dua hari, Ayla ingin cepat-cepat melunasinya. Mumpung hari Kamis dan keluarganya terbiasa puasa sunnah Senin–Kamis, jadi kalau Ayla ikut puasa, bisa sekalian sahur bareng. Kalau puasa di hari lain, belum tentu bisa bangun sahur.

Pukul 04.00 dini hari, Ayla bangun dan bersahur. Menu sahurnya nasi dengan tongkol balado dan telur dadar. Penutupnya, pisang. Matanya masih berat karena semalam tidur agak larut. Untungnya hari ini libur, jadi bisa tidur lagi setelah sahur. Memang tidak sehat sih, tapi tubuhnya sudah terlalu capek dan rasanya hanya ingin tidur sepuasnya.

Selesai sholat subuh, Ayla langsung kembali ke kasur dan tak lama tertidur pulas.

[Bangun Tidur – Membereskan Lemari]

Pukul 08.30, Ayla bangun dengan tubuh yang terasa lebih enteng. Matanya mengerjap-ngerjap, menyesuaikan cahaya yang menyelinap dari jendela kamar. Pagi itu hawa panas menyerbu ruangan.

"Ugh, pagi ini kenapa panas sekali," gumamnya dalam hati.

Ayla turun dari tempat tidur, membuka pintu kamar, dan melangkah ke lantai bawah—karena kamarnya berada di lantai dua.

Biasanya bangun tidur langsung sarapan. Tapi karena sedang puasa, tentu saja tidak sarapan. Ia hanya ke toilet. Kedua orang tuanya sedang pergi ke rumah kerabat di luar kota.

Pagi itu tidak ada kegiatan berarti—meskipun seharusnya masih ada kerjaan menyusun raport, tapi Ayla masih malas. Akhirnya ia memilih untuk membereskan lemari. Baju-bajunya yang sudah disetrika menumpuk di keranjang selama dua minggu lebih. Ia pun mulai merapikan satu per satu sambil memutar lagu favoritnya lewat tape jadul milik papa. Meskipun hanya satu speaker yang nyala, suara dari tape itu masih gacor, bass-nya mantap, dan nggak ada suara kresek-kresek.

Karena jumlah pakaian yang dirapikan cukup banyak, Ayla baru selesai sekitar pukul 10. Setelah itu, rebahan kembali di kasur. Hari itu memang diniatkan untuk istirahat total. Tidak ingin ke mana-mana.

Hingga sekitar pukul 1 siang, Ayla akhirnya bangun dari kasur setelah puas rebahan dan scroll medsos selama hampir tiga jam. Setelah mandi dan sholat Dzuhur, Ayla kembali menatap layar laptopnya untuk mengisi raport anak-anak. Karena muridnya semakin banyak, jumlah raport yang harus diisi pun otomatis bertambah. Sebenarnya ada niat untuk lanjut mengoreksi ulangan, tapi waktu tidak mencukupi.

[Mencari Takjil untuk Berbuka Puasa]

Pukul 15.00, Ayla mengirim pesan ke adiknya. "Mau jajan nggak? Cari takjil buat buka puasa?" Adiknya bilang, "mau". Akhirnya mereka sepakat berangkat pukul setengah lima sore.

Sampai waktu itu, orang tua Ayla masih belum pulang, jadi ia dan adiknya berangkat sendiri. Ayla membawa motor dan adiknya membonceng. Tujuan pertama adalah membeli matcha ke sebuah kafe ternama dekat rumah. Matcha di sana memang enak, gulanya sedikit, rasa matcha-nya strong, lembut karena campuran susu, dan nggak kemanisan. Karena sedang batuk, Ayla memesan matcha hangat. Sementara sang adik memilih es.

Cuaca sore itu kurang bersahabat. Siang tadi panasnya menyengat, tapi mendekati pukul 4 hujan deras mengguyur. Saat jam 5 tiba, hanya gerimis yang tersisa. Ayla merasa pilihan membeli matcha hangat adalah keputusan terbaik.

Namun, pengalaman tidak menyenangkan sempat terjadi di parkiran. Motornya nyangkut di undakan kecil karena sempitnya area parkir dan tidak ada satu pun orang yang membantunya. Anehnya, ketika keluar dari kafe, tiba-tiba ada tukang parkir muncul dan menagih uang.

Ayla kesal. "Tadi waktu saya datang, abang ke mana?" tanyanya.

Tukang parkir itu hanya menunjuk ke teras ruko dan beralasan ia memang ada di situ. Tapi tetap saja, ketika Ayla kesulitan parkir, ia tidak membantu sedikit pun.

Dengan nada jengkel, Ayla bilang, "Tadi motor saya nyangkut di sini, nggak ada yang bantuin. Kok tiba-tiba ditarik uang parkir?"

Wajah si abang tampak kesal. Tapi Ayla tidak peduli. Ia tidak akan membayar orang yang hanya ingin gaji buta. Kalau memang niat jadi tukang parkir, seharusnya membantu, bukan hanya duduk diam.

Setelah itu, Ayla dan adiknya pergi dari tempat itu. Namun, kekesalan belum berhenti di situ. Ketika keluar dari ruko dan hendak menyeberang ke jalan besar, mereka terhalang mobil dan motor. Padahal seharusnya, saat lampu merah, pengendara lain memberi ruang bagi kendaraan dari gang keluar. Tapi tidak kali ini. Ayla pun membalas dengan klakson panjang dan ekspresi kesal—bahkan sempat menjulurkan lidah ke arah mobil milik seorang bapak-bapak.

"Katanya yang suka melanggar emak-emak. Tapi nyatanya, bapak-bapak bermobil juga sering seenaknya," pikirnya.

Setelah itu, mereka lanjut membeli jajanan buka puasa. Ayla membeli takoyaki, adiknya membeli batagor. Selesai jajan, mereka pulang. Ternyata papa dan mama sudah di rumah, tapi Ayla sudah izin sejak awal bahwa mereka akan keluar mencari takjil. Begitu tiba di rumah dan motor diparkir, adzan Maghrib berkumandang. Saatnya berbuka.

[Aktivitas Malam]

Usai berbuka dan menunaikan sholat Maghrib serta Isya, Ayla kembali melanjutkan isi raport yang belum selesai. Ditemani oleh Kak Cakka yang sedang lembur, mereka saling bercerita via telepon. Rasa kesalnya sore tadi pun perlahan menghilang. Obrolan dengan Kak Cakka memang selalu mampu memperbaiki suasana hati.

Sekitar pukul setengah 11 malam, Ayla menyudahi pekerjaan. Masih ada delapan murid lagi yang belum selesai raportnya, tapi ia memutuskan untuk menyicilnya besok di sekolah.

Kak Cakka pamit tidur lebih dulu—telepon tetap tersambung. Ayla menghela napas. Hari liburnya cukup padat, dan ia bahkan belum menulis cerita hari itu.

Tapi Ayla sudah komitmen. Semalam apapun dan secapek apapun, tetap harus menulis dan update blog. Ia pun meraih ponsel dan mulai mengetik. Cerita baru selesai sekitar pukul 12 malam. Namun, tubuhnya belum juga mengantuk. Ayla baru bisa tidur pukul 2 dini hari.

Padahal, pukul 5 subuh harus bangun lagi. Tidak ada kesempatan tidur siang sampai jam 5 sore nanti. Tapi Ayla tidak menyesal. Semua ini adalah bagian dari tanggung jawab dan komitmennya—terhadap tulisan dan terhadap dirinya sendiri.

Meskipun hari liburnya cukup padat, Ayla merasa bahagia. Setidaknya, tidak ada mengajar. Tidak ada anak-anak. Dan itu saja sudah cukup untuk membuatnya lega.

Thursday, May 29, 2025

Mengeluh : Rabu yang Melelahkan (Part 2)

Cover : Mengeluh : Rabu yang Melelahkan Part 2

[Mengajar Sampai Habis Maghrib]

Sesampainya di bimbel, Ayla langsung melakukan rutinitas sebelum masuk kelas, yaitu sholat Dzuhur dan melanjutkan makan siang yang belum habis. Tak berselang lama, murid-muridnya mulai berdatangan. Ada Fajar dan Diana. Seharusnya ada Erika dan Emy juga, tapi Erika tidak masuk karena sakit akibat terjatuh kemarin, dan Emy juga tidak masuk.

Pelajaran Bimba berjalan dengan lancar. Fajar dan Diana ternyata sudah saling kenal sebelum belajar di bimbel ini, jadi sambil belajar mereka juga asyik bercerita tentang banyak hal. Kelas berlangsung cukup kondusif, Ayla bersyukur.

Pelajaran kedua juga lumayan bikin lega karena cuma ada Ardy sendirian. Dua temannya tidak masuk. Huahh, akhirnya... mantap juga hari ini, sepertinya gak seburuk yang Ayla bayangkan.

Pelajaran ketiga adalah kelas yang lumayan padat karena diisi oleh tiga orang. Tapi syukurlah, anak-anaknya adalah tipe yang kalem dan gampang diatur. Yang penting metode pembelajarannya harus ceria, worksheet-nya banyak gambar lucu, dan setelah belajar mereka Ayla kasih waktu buat mewarnai. Jadi anak-anak pun senang.

Pelajaran keempat mulai masuk ke sesi bimbel. Hari Rabu ini Ayla pegang bimbel sampai jam 18.00. Biasanya Ayla hanya sampai jam 17.00, jadi ini lebih malam satu jam, dan sudah berlangsung sekitar satu bulan terakhir. Memang agak berat, apalagi di jadwal cuma tinggal Ayla saja gurunya. Tapi tadi kebetulan ada murid-murid yang belajar mengaji juga dan ada ustadzah-nya. Jadi suasana bimbel sampai jam 18.00 itu nggak sepi-sepi amat, malah cenderung ramai karena anak-anak ngajinya ada tiga orang.

Murid bimbel Ayla ada dua, yaitu Rizky dan Randy. Walaupun beda jenjang kelas, tapi untungnya mereka bisa berbaur dan belajar bareng dengan nyaman.

Selesai kegiatan belajar mengajar, Randy langsung dijemput, sedangkan Rizky belum. Ayla manfaatkan waktu itu buat sholat Maghrib, dan Ayla juga nyuruh Rizky buat sholat. Tak lama setelah itu, akhirnya dia juga dijemput. Ayla pun bisa pulang karena badannya udah terasa capek banget. Baru sekarang Ayla benar-benar ngerasain lelah dan ngantuk yang sempat dia lupakan tadi pas sibuk ngajar.

[Pulang dan Rebahan]

Begitu sampai di rumah, Ayla langsung merebahkan tubuhnya ke kasur. Sebenarnya Ayla tergoda banget buat tidur sebentar, tapi waktu udah hampir jam 8 malam. Kalau Ayla tidur sekarang, bisa-bisa bablas dan baru bangun dini hari, malah gak bisa tidur lagi dan jadinya ngantuk. Jadi Ayla mutusin buat bangkit, makan malam, dan siap-siap buat tidur.

Hari ini Ayla putuskan buat libur dulu dari menyusun raport anak-anak yang belum selesai, karena badannya beneran udah gak sanggup.

[Menulis Cerita]

Setelah siap-siap, saat waktu menunjukkan pukul 9 kurang, Ayla kembali rebahan di kasur. Ayla menghubungi Kak Cakka via WhatsApp, dan ternyata Kak Cakka sedang lembur. Karena Maghrib tadi Ayla belum sempat nyelesain ceritanya, akhirnya Ayla nemenin Kak Cakka lewat telepon, sambil lanjut nulis.

Rasanya... ngantuuuukkk bangetttt, tapi Ayla tahan-tahan karena dia pengen tetap upload cerita hari ini. Ayla sudah komitmen buat konsisten posting tiap hari.

Waktu menunjukkan pukul 22.30 dan Ayla udah gak kuat banget buat nulis. Ayla takut kalau maksa, nanti ceritanya malah jadi gak nyambung karena dia nulis sambil setengah tidur. Akhirnya Ayla putuskan buat upload aja ceritanya sekarang meskipun belum selesai. Ayla buat jadi dua part, dan part ke-2-nya bakal dia tulis dan upload keesokan harinya (yang mana berarti hari ini, haha).

Dengan sisa-sisa tenaga dan nyawa yang masih sadar, Ayla mengunggah cerita itu. Setelah semuanya selesai dan terupload dengan baik, Ayla langsung taruh ponselnya dan tidur pulas.


Sampai jumpa, hari yang melelahkan. Besok libur, dan Ayla bisa puas tidur.

Wednesday, May 28, 2025

Mengeluh : Rabu yang Melelahkan

Cover Mengeluh : Rabu yang Melelahkan

[Raport Murid]

Malam setelah menulis cerita, Ayla memutuskan untuk melanjutkan membuat raport murid-murid. Karena hari itu tubuhnya terasa lelah, ia hanya sanggup mengetikkan raport beberapa murid saja. Ia mengerjakan raport sampai malam, sekitar pukul 00.00, sambil ditemani oleh Kak Cakka via telepon. Kak Cakka juga sedang mengerjakan kerjaan lembur, jadi mereka sama-sama sibuk tapi tetap saling menemani.
Ayla bercerita macam-macam pada Kak Cakka—termasuk soal insiden di kelas bimbel siangnya. Kak Cakka mendengarkan ceritanya dengan antusias. Segala cerita yang terjadi di keseharian Ayla selalu menjadi topik yang nggak ada habisnya. Begitu pun Kak Cakka, ia selalu berbagi cerita entah itu soal aktivitas sehari-hari, video yang terakhir ia tonton, soal kucing—karena mereka sama-sama pecinta kucing—dan topik lainnya.
Pukul 23.00, Kak Cakka pamit tidur duluan karena sudah mengantuk. Ayla pun baru bisa terlelap sekitar pukul 00.20.

[Ke Sekolah]

Pukul 05.00, Ayla terbangun dengan tubuh yang masih letih dan kepala yang berat. Semalam ia cuma tidur 4 jam, dan itu bikin badannya pegal-pegal sekujur tubuh. Tapi mau tidak mau, ia harus bangun karena hari itu ada ujian kenaikan kelas pukul 07.30 untuk mata pelajaran Matematika.
Ia melangkah turun dari tempat tidur, lalu menyiapkan buku-buku pelajaran untuk dibawa ke sekolah. Hanya untuk berjaga-jaga kalau ada murid yang bertanya soal ujian dan ia harus bantu menjelaskan.
Ujian Matematika hari itu berlangsung di kelas 4. Awalnya suasana kelas cukup kondusif, anak-anak terlihat antusias mengerjakan soal. Tapi satu jam berlalu, suasana mulai berubah. Anak-anak terlihat jenuh—mulai keluar bangku, ngobrol dengan teman, izin ke toilet. Kondisi makin sulit dikendalikan.
Puncaknya, anak-anak laki-laki mulai meledek anak-anak perempuan. Salah satu dari mereka, seorang anak perempuan, marah dan membalas. Nyaris terjadi pertengkaran fisik. Untungnya, hal itu bisa dicegah. Ayla buru-buru menengahi, membela si anak perempuan karena memang jelas anak laki-laki yang mulai.
Sebenarnya, Ayla bukan tipe yang bisa ngomel panjang lebar. Ia tahu dirinya sering kesulitan menyusun kalimat kalau sedang emosi atau grogi. Kalau udah begitu, kalimatnya bisa belibet, keluar dari konteks, bahkan jadi nggak jelas. Tapi di momen itu, ia memaksakan diri untuk bicara tegas. Ia berusaha keras tetap fokus pada isi pembicaraannya, karena kalau perhatiannya teralihkan sedikit saja, bisa buyar semua susunan kata di kepalanya.
Untungnya, suasana kelas mulai mereda. Karena waktu tinggal 30 menit lagi, anak-anak kembali mengerjakan soal. Lima belas menit sebelum bel istirahat berbunyi, beberapa murid sudah mengumpulkan hasil ujiannya. Meskipun Ayla hampir yakin mereka banyak yang asal menjawab, tapi daripada mereka bosan di kelas dan malah ganggu temannya, lebih baik mereka keluar kelas dulu. Toh, sebentar lagi juga waktu istirahat.

[Ada Puteri DKI Jakarta di Sekolah]

Begitu keluar kelas sambil membawa hasil ujian anak-anak, Ayla melihat sesuatu yang tak biasa. Di depan kelas 5, ada bangku-bangku yang sudah disusun rapi dan digelar karpet. “Hmm? Apakah akan ada acara?” batinnya. Tapi ia menunda rasa penasarannya karena perutnya sudah minta diisi. Ia menuju ruang guru dan segera membuka bekal makannya.
Sambil makan, Ayla iseng membuka media sosialnya. Ia menggulir layar sambil membaca berita-berita dan hal-hal random. Tapi kemudian, suara riuh dari luar ruang guru menarik perhatiannya. Ia mengintip ke luar dan... wow! Ternyata sekolahnya kedatangan tamu istimewa: Puteri DKI Jakarta.
Dia sangat cantik—bahkan sempat masuk ke ruang guru untuk berkenalan dengan para guru. Ayla pun terpukau. Puteri tersebut datang untuk memberikan seminar motivasi bagi anak-anak SMP. Karena sekolah tempat Ayla mengajar punya jenjang SD dan SMP, maka para siswa SMP dikumpulkan di aula.
Setelah berkenalan singkat dengan sang Puteri, Ayla melanjutkan makannya. Tadinya ia pikir bisa pulang lebih awal karena jam kedua akan ditiadakan. Tapi ternyata belum boleh. Jadi ia tetap stay di ruang guru sampai waktunya berangkat ke bimbel.
Pukul 12.00, Ayla pamit pada para guru. Ia harus berangkat ke tempat bimbel, meskipun seminar belum selesai dan tamu istimewa itu belum pamit. Tapi, ia punya tanggung jawab lain yang menunggu.

Bersambung Part 2

Tuesday, May 27, 2025

Mengeluh: Pergolakan Batin – Lelah

Cover Mengeluh : Pergolakan Batin - Lelah

[Pagi – Tidak ke Sekolah]

Hari itu, Ayla merasa tubuhnya benar-benar lelah. Setelah semalam menyelesaikan tulisan hingga pukul setengah sebelas malam, ia baru bisa tidur sekitar setengah dua belas. Begitu pagi datang, tubuhnya seperti menolak untuk bangun. Rasanya berat sekali untuk beranjak dari tempat tidur.
Sejak awal, ia sudah bisa membayangkan betapa melelahkannya hari ini—karena ia tahu, kelas hari Selasa dan Rabu biasanya lebih aktif dari hari lainnya. Ditambah lagi ia seharusnya ke sekolah dulu pagi ini. Tapi pertanyaannya terus bergema di kepalanya: kenapa ia harus mengajar? Kenapa harus jadi guru?
Dengan langkah lemas, Ayla turun untuk sholat subuh dan sarapan. Di tengah sarapan, ia akhirnya memutuskan untuk bilang ke mama kalau hari ini ia tidak ingin ke sekolah. Alasannya? Karena semalam ia begadang menulis. Ia tidak ingin kehilangan rutinitas menulisnya—satu-satunya hal yang membuatnya merasa bebas, meski hanya sebentar. Menulis adalah ruang pelarian terbaiknya dari dunia nyata yang melelahkan.
Awalnya mama sempat menanyai kenapa semalam tidur malam, dan Ayla hanya menjawab dengan jujur, “Aku nulis.” Jawaban itu seolah memotong seluruh pertanyaan lanjutan, karena memang sebelumnya mama yang mengatakan "kalau mau lakuin hobi kan bisa sepulang kerja? Bisa dilakuin malam hari?"
Maka Ayla pun memutuskan: kalau pagi ini harus melepas kegiatan yang tidak ia nikmati, maka ia memilih menulis di malam sebelumnya.
Setelah makan, Ayla kembali ke kamar dan tidur lagi. Ia tak peduli dengan saran "jangan tidur habis makan." Saat itu, yang ia butuhkan hanya satu: istirahat.

[Bimbel – Insiden di Kelas]

Pukul sembilan pagi, Ayla baru terbangun lagi. Sebenarnya, dalam hatinya ia juga ingin absen dari bimbel, tapi ia tahu mama pasti bertanya. Dan di bimbel, ia punya tanggung jawab. Kelas dari jam satu sampai lima sore. Maka, dengan berat hati, ia mandi dan bersiap.
Setibanya di bimbel, murid pertama yang datang adalah Erika. Ayla mulai menyiapkan semua perlengkapan mengajar. Pukul 13.00, seluruh murid kelas pertama—Erika, Emy, dan Hasna—sudah hadir. Kelas dimulai.
Namun tidak lama, terjadi insiden. Erika terjatuh dan tangannya keseleo. Ia menangis karena tangannya terasa sakit dan tidak bisa diluruskan. Ayla segera menelepon ibu Erika dan menyampaikan kondisi anaknya. Saat ibunya datang, Ayla menjelaskan kronologi kejadian dan meminta maaf karena sempat lengah. Untungnya, ibu Erika bisa memahami, karena kejadian itu murni disebabkan anak-anak yang aktif bergerak, bukan karena kelalaian dalam pengawasan.

[Pelajaran Kedua – Keempat]

Pelajaran kedua adalah Bahasa Inggris. Muridnya: Kevin, Ardy, Hasna, dan Rafly. Kelas berjalan cukup ramai karena anak-anak itu tergolong aktif. Tapi untungnya tidak ada yang bertengkar seperti biasanya—khususnya Kevin dan Ardy yang sering berselisih tapi hari itu kondisinya aman terkendali.
Pelajaran ketiga masih pelajaran berhitung. Kali ini muridnya hanya dua orang, dan keduanya perempuan: suasana kelas otomatis jadi jauh lebih tenang.
Lalu masuk ke pelajaran keempat, yang merupakan kelas bimbel Bahasa Indonesia untuk Yuni. Hari itu hanya ada Yuni, karena memang kelas tersebut memang hanya untuk dia. Dan akhirnya, Ayla bisa sedikit menarik napas panjang.
Yuni adalah murid yang sangat dekat dengan Ayla. Mereka sering bercanda dan ngobrol seperti teman, padahal jarak usia mereka cukup jauh. Tapi karena hobi dan cara pikir yang hampir mirip, hubungan mereka lebih seperti sahabat. Hari itu mereka belajar pantun—teori, aturan, dan contoh-contoh pantun dibahas Ayla di papan tulis. Yuni menyimak dengan serius, dan sesekali mereka tertawa saat membuat pantun lucu.

[Pulang]

Pukul 17.00, kegiatan di bimbel pun selesai. Yuni berpamitan pulang. Ayla yang sejak tadi sudah mulai membereskan ruang kelas, mematikan AC dan lampu, lalu turun ke bawah. Di lantai satu, Kak Vio dan Kak Dita sudah siap pulang. Mereka pun saling berpamitan dan kembali ke rumah masing-masing.

[Pergolakan Batin]

Sesampainya di rumah, Ayla langsung merebahkan diri di kasur. Ia membuka laptop dan mulai menulis—seperti biasa, menuliskan perasaan adalah bentuk pelarian paling jujur baginya.
Hari itu sebenarnya tidak buruk. Tapi ada pergolakan batin yang diam-diam muncul lagi. Suara dalam dirinya berbisik, “Aku ingin lepas dari rutinitas mengajar ini.”
Sampai kapan orang tuanya akan memahami bahwa dunia pendidikan bukanlah dunianya? Kapan mereka akan melihat bahwa ada hal lain yang ingin ia dalami, yang benar-benar ia sukai?
Hari-harinya penuh dengan anak-anak yang energinya tak terbendung. Ia sudah berusaha sebaik mungkin, tapi kadang hasilnya membuatnya merasa usahanya sia-sia. Ia lelah. Tapi belum bisa berhenti. Ia tahu, untuk saat ini, ia harus bertahan. Ia hanya bisa terus menulis, menjaga harapannya tetap hidup. Meski itu artinya ia harus tidur larut malam dan bangun dengan tubuh lelah keesokan harinya.
Tapi selama menulis bisa memberinya kekuatan, Ayla tidak akan menyerah.

Monday, May 26, 2025

Bahagia : Healing Minggu Malam, Hari Senin yang Lancar

Cover Cerita

[Healing, Jalan-jalan Part 2]

Setelah menulis cerita hari itu, Ayla memasukkan ponselnya ke dalam tas selempang berwarna hitam. Tas itu pemberian dari Kak Cakka dan Ayla sangat menyukainya. Ia sudah bertemu dengan keluarganya. Tampaknya sang papa masih ingin di masjid karena sedang ada kajian — papa memberitahu mereka melalui pesan WhatsApp. Akhirnya Ayla, Fira (adik keduanya), dan mama berjalan-jalan bertiga di dalam mall. Sebenarnya mereka nggak tahu mau ke mana, hanya sekadar jalan-jalan. Mereka juga nggak sedang ingin beli apa-apa, jadi cuma lihat-lihat.

Pada akhirnya langkah mereka membawa ke area foodcourt. Fira ingin mencari minuman matcha, sementara Ayla baru sadar kalau perutnya sudah keroncongan. Foodcourt malam itu tampak sangat ramai, hampir tidak ada bangku kosong. Tapi syukurlah, setelah berkeliling, mereka menemukan juga tempat duduk. Mama menjaga bangku agar tidak ditempati orang lain, sementara Ayla dan Fira mencari tempat makan atau minuman yang ingin mereka pesan.

Pilihan pertama mereka jatuh pada tenant Hong Tang, dessert khas Taiwan dan Hongkong yang terbuat dari gula merah dengan isian alami seperti grass jelly, soya, dan sebagainya, ditambah ice cream di tengah-tengah mangkuk. Ayla dan Fira cukup lama berdiskusi karena Ayla sedang batuk dan tidak boleh minum yang dingin. Tapi keinginan untuk makan Hong Tang sudah lama dipendam, jadi akhirnya mereka sepakat membeli satu porsi untuk dimakan bersama. Mereka ingin ice cream rasa matcha, tapi sayangnya sedang kosong.

Setelah memesan Hong Tang, mereka berpisah untuk mencari makanan masing-masing. Ayla yang sudah kelaparan langsung tergoda melihat tenant ayam geprek dan ayam penyetan. Ia memesan ayam geprek keju mozzarella—karena dia memang pecinta keju. Setelah membayar, ia kembali ke tempat mama duduk. Rupanya mama dan Fira memilih burger dan kentang goreng karena sedang tidak ingin makan nasi. Ayla tak masalah karena sudah ngiler ingin makan ayam geprek.

Tak lama, pesanannya datang. Ayla menyantap ayam geprek itu—menurutnya, rasanya cukup worth it untuk ukuran foodcourt. Sambalnya pedas sekali dan membuatnya kepedesan. Semoga saja tidak berujung sakit perut. Untungnya ada segelas teh hangat yang membantu meredakan pedasnya.

Beberapa menit kemudian, papa datang dan ikut memesan makanan. Kali ini nasi goreng—yang ternyata porsinya besar sekali. Ayla dan Fira yang sudah kenyang langsung memilih “kabur” (bercanda), jalan-jalan lagi agar tidak disuruh bantu menghabiskan.

Tujuan mereka berikutnya adalah toko skincare dan makeup. Meskipun tidak berniat beli, mereka tetap senang melihat-lihat. Setelah itu, mereka menuju toko perintilan lucu. Ayla sempat ingin membeli notebook, tapi tidak ada yang cocok. Akhirnya mereka kembali ke foodcourt dan pulang bersama keluarga.

[Senin pagi - Mengawas ujian kelas 1]

Alarm di ponsel Ayla berbunyi sejak pukul 5 pagi, berdering setiap lima menit. Ia sengaja memasangnya bertahap agar tidak kebablasan. Dengan malas, ia mematikan alarm dan berusaha bangkit dari kasur. Rasanya berat sekali karena hari itu ia harus ke sekolah dan bimbel.

Meskipun tidak mengajar di sekolah karena anak-anak sedang ujian, tetap saja rasanya enggan. Tapi akhirnya ia bangkit juga dan bersiap. Pukul 7.30 ia berangkat, dan tiba pukul 8.00. Tak lama, wali kelas 1 memintanya membantu mengawas. Ayla pun menyanggupi.

Anak-anak kelas 1 memang berbeda. Masih polos, belum banyak tingkah. Tidak seperti anak-anak kelas 4, 5, dan 6 yang biasa dia ajar. Mengawasi anak-anak kecil ini terasa lebih ringan dan menyenangkan.

Pukul 9, ia selesai mengawas. Ia langsung ke ruang guru karena perutnya mulai lapar. Ia makan bekal roti yang dibawa dari rumah. Sisa waktunya di sekolah ia gunakan untuk mengoreksi tugas anak kelas 4 dan membuat kunci jawaban ujian akhir semester.

[Bimbel]

Pukul 11.00, aktivitas di sekolah selesai. Karena anak-anak ujian, mereka pulang lebih awal. Ayla langsung menuju bimbel dan tiba sebelum pukul 13.00. Masih ada waktu untuk menyiapkan kelas: menyusun worksheet, alat tulis, dan merapikan ruangan. Setelah itu, ia sholat Dzuhur dan makan siang.

Anak-anak mulai berdatangan.

Kelas pertama adalah Bimba baca-tulis. Harusnya ada empat murid—Erika, Fajar, Diana, dan Emy. Tapi ternyata ada satu murid baru, Nazwa, yang sedang uji coba. Jadi total ada lima anak. Cukup ramai, tapi Ayla masih bisa mengendalikan kelas. Anak-anak bergantian belajar dan mewarnai.

Kelas kedua adalah berhitung: Kiara, Kevin, dan Rafly. Seharusnya ada Sonny tapi Sonny tidak hadir. Suasana tetap terkendali. Kelas ketiga masih berhitung: Kiara, Luna, Ardy, dan Putri. Lebih tenang dari sebelumnya.

Kelas terakhir adalah bimbel matematika SD. Harusnya dua murid—Yuni dan Haidar. Tapi hanya Yuni yang datang. Ini jadi waktu yang menyenangkan buat Ayla, karena Yuni adalah murid terdekatnya. Mereka punya banyak kesamaan, jadi obrolannya terasa akrab seperti teman.

[Pulang]

Pukul 17.00, semua aktivitas selesai. Yuni pamit pulang, dan Ayla merapikan ruang kelas. Ia mematikan lampu dan AC, lalu berpamitan dengan Kak Vio dan Kak Dita. Di perjalanan, ia sempat mampir membeli piscok, baru kemudian pulang ke rumah.

Hari itu padat, tapi berjalan lancar. Anak-anak tidak membuat ulah, tidak ada kejadian mengejutkan. Ayla merasa lega. Semoga hari-hari berikutnya juga seperti ini.

Sunday, May 25, 2025

Bahagia : Hari Minggu

Cover Bahagia : Hari Minggu

[Malming, Main Minecraft Bareng]

Malam itu, setelah selesai menulis cerita harian, Ayla memutuskan untuk tidak menyentuh pekerjaan dulu. Kepalanya terasa berat, dan ia tidak ingin menambah beban pikirannya. Ia butuh jeda. Maka, ia mengajak Kak Cakka bermain game online—cara sederhana mereka untuk kabur sejenak dari tekanan.

Ia membuka laptop, bukan untuk bekerja, tapi untuk menyambungkan WhatsApp lewat web. Sementara itu, game tetap dimainkan lewat HP. Ayla memang lebih nyaman begitu. Laptop terlalu ribet untuk dikontrol saat bermain, dan HP-nya tidak kuat dipakai multitasking. Jadilah perangkat dibagi tugas.

Game pilihan mereka adalah Minecraft. Sudah beberapa bulan belakangan ini mereka bermain bersama. Dunia Minecraft mereka berdua sudah lumayan berkembang: rumah kecil yang dibangun bersama, jalur rel kereta, aquascape buatan sendiri, hingga gerbang menuju Nether—meski keduanya belum cukup berani untuk benar-benar masuk ke sana. “Skill issue,” kata mereka sambil tertawa.

Kadang mereka bermain dalam mode creative untuk membangun, kadang beralih ke survival untuk bertarung dan eksplorasi. Malam itu berjalan tanpa terasa. Waktu berlalu cepat, dan pukul 22.30 mereka memutuskan untuk berhenti. Tapi seperti biasa, Ayla baru bisa tertidur sekitar pukul 23.30. Ia butuh waktu rebahan panjang sebelum pikirannya cukup tenang untuk tertidur.

[Tidur Sampai Siang]

Pagi-pagi buta, Ayla sempat bangun untuk sholat subuh. Tapi setelahnya, ia kembali tidur. Bukan pilihan terbaik memang, tapi tubuhnya masih belum siap beraktivitas. Mungkin begadang semalam bukan keputusan cerdas, tapi kalau bukan malam Minggu, kapan lagi ia bisa bermain tanpa beban?

Ia tidur nyenyak dan baru bangun lagi pukul 11.15. Tidak merasa bersalah—justru puas. Hari Minggu memang ruang bernapasnya. Begitu bangun, ia langsung menyantap bubur sumsum hangat. Manis dan lembut, pas untuk mengawali siang. Setelah itu, ia mulai mengerjakan soal ujian untuk kelas empat. Untungnya, soal kali ini tidak terlalu sulit. Sudah ada template, dan materinya juga sesuai. Tak butuh waktu lama, soal selesai dalam waktu kurang dari satu jam.

Setelahnya, Ayla kembali ke mode rebahan. Tapi di sela-sela santai itu, pikirannya melayang. Ia ingin keluar sore ini. Tapi kemana? Ke salon? Ke toko buku bekas?

Sambil mandi dan makan siang, ia mempertimbangkan pilihannya. Akhirnya, ia memutuskan untuk ke toko buku bekas. Ia ingin jalan-jalan tanpa harus menyetir sendiri, jadi ia memesan ojek online. Sedikit lebih mahal, tapi hari ini ia ingin duduk manis dan menikmati jalanan.

[Healing, Jalan-Jalan]

Pukul 15.30, Ayla berangkat. Dalam bayangannya, toko buku itu akan dipenuhi deretan buku klasik, aroma kertas tua, dan suasana tenang. Tapi kenyataannya tak seindah ekspektasi. Rak-raknya dipenuhi buku-buku tak dikenal. Judul-judul yang asing dan kurang menggugah. Setelah berkeliling hampir satu jam, ia memutuskan untuk pulang.

Namun saat sedang dalam perjalanan pulang, keluarganya tiba-tiba memberi kabar akan menyusulnya. Ayla meminta bertemu saja di mall terdekat. Ia lalu memberitahu pengemudi ojek bahwa tujuannya berubah. Untungnya, rutenya masih searah dan sang pengemudi bersedia.

Akhirnya, Ayla sampai di mall. Karena keluarganya belum juga datang, ia memutuskan untuk mampir ke toko buku di dalam mall—bukan seperti toko buku bekas yang ia kunjungi sebelumnya. Niat awalnya hanya ingin melihat-lihat, tapi dua buku menarik justru berhasil membujuknya untuk dibawa pulang. Ayla hanya bisa tersenyum geli pada dirinya sendiri, lalu melangkah ringan ke kasir. “Oke deh, gas bayar,” batinnya.

Tak lama setelah keluar dari toko, keluarganya datang. Mereka janjian bertemu di masjid dekat mall sekalian sholat maghrib. Setelah sholat maghrib, Ayla memutuskan untuk duduk sebentar sambil menulis cerita hari ini di ponselnya.

Hari Minggu itu berjalan santai. Tidak ada teriakan anak-anak, tidak ada pekerjaan yang menumpuk, tidak ada tekanan dari dunia luar. Dan untuk hari ini, Ayla merasa cukup. Ia merasa tenang.

Hari itu sederhana, tapi hatinya bahagia.

Saturday, May 24, 2025

Bahagia : Fun English Day, Teman Baru, Makan Bakso

Aktivitas seru bersama anak-anak


[Begadang Day 2 – Bikin Soal]

Hari itu adalah hari yang sangatttt melelahkan bagi Ayla. Setelah menulis cerita malam sebelumnya, dia langsung lanjut mengerjakan soal ujian kenaikan kelas untuk anak-anak kelas lima. Untungnya, soal itu akhirnya bisa selesai juga.

Selama mengerjakan soal, Ayla ditemani oleh seseorang yang selalu berhasil membuat malamnya terasa lebih ringan: Kak Cakka. Mereka memang sedang menjalani hubungan jarak jauh, tapi rutinitas malam mereka hampir selalu sama—teleponan sambil mengerjakan tugas masing-masing, saling bercerita tentang apa saja yang terjadi hari itu, lalu tidur (mereka tetap terhubung lewat telepon, yang akan otomatis mati karena sudah dipasang timer). Mereka selesai kerja sekitar jam setengah sebelas malam. Lelah, tapi Ayla merasa hangat dan tenang. Ditemani oleh seseorang yang tidak harus banyak bicara, tapi tetap ada.

[Pagi Hari – Mengajar Sebelum Fun Day]

Pagi-pagi banget, sekitar jam 5 subuh, Ayla sudah bangun. Hari itu cukup penting: Fun English Day! Tapi sebelum acara itu dimulai, dia tetap harus mengajar seperti biasa. Hahaha, dia cuma bisa ketawa—capek? Iya. Tapi sudah terlalu sering mengeluh, jadi sekarang, daripada banyak protes, lebih baik dijalani saja. Toh nanti juga selesai.

Setelah sholat subuh, Ayla sarapan dan mandi, lalu bersiap. Ia berangkat sekitar jam 7.25 dan sampai di bimbel dua puluh menit kemudian. Di sesi pagi, ia mengajar Bahasa Inggris. Muridnya ada dua perempuan, Kiara dan Fina. Kemudian sekitar pukul 9 datang satu lagi, Sonny, murid laki-laki. Alhamdulillah mereka cukup kooperatif, nggak banyak drama, jadi proses belajar cukup lancar.

[Fun English Day Dimulai!]

Setelah sesi mengajar selesai, acara utama dimulai—Fun English Day! Dan ya, Ayla jadi MC-nya. Awalnya dia sempat gugup, tapi akhirnya dia memutuskan untuk improvisasi aja. Nggak usah terlalu banyak mikir, nanti malah makin grogi. Dia pakai Bahasa Indonesia campur Bahasa Inggris seadanya. Yang penting anak-anak paham, suasana cair, dan acaranya berjalan lancar.

Game 1: Senam Binatang (Animal Movement)

Acara dibuka dengan senam. Tapi bukan senam biasa—karena temanya “Zoo,” mereka semua berpura-pura jadi hewan-hewan kebun binatang. Anak-anak menirukan gerakan gajah, kelinci, kangguru, monyet, burung, dan hewan lainnya.

Ayla pribadi cukup menikmati sesi ini. Ia memang bukan orang yang ekspresif, tapi entah kenapa, kalau sudah masuk ke kegiatan yang ‘main-main’ bareng anak-anak, dia bisa ikut lepas juga. Mereka tertawa bersama, teriak-teriak menirukan suara binatang, dan beraksi seolah benar-benar jadi hewan.

Game 2: Spell the Animal Name

Setelah pemanasan, Ayla dan kedua teman gurunya — namanya Kak Dita dan Kak Vio — lanjut ke game kedua. Ini adalah permainan kelompok. Anak-anak dibagi jadi beberapa tim. Guru akan menyebutkan ciri-ciri satu hewan tertentu, dan mereka harus menebak itu hewan apa. Setelah tahu jawabannya, setiap anggota kelompok akan mengambil huruf-huruf dari nama hewan itu dan menyusunnya bersama. Game ini lumayan bikin rame. Anak-anak semangat banget. Mereka teriak-teriak, rebutan huruf, dan berlomba jadi yang tercepat. Tapi justru itu serunya—melatih kerja sama dan daya ingat mereka dalam suasana menyenangkan.

Game 3: Storytelling with Animal Puppets

Selanjutnya adalah sesi storytelling. Anak-anak sebelumnya sudah diberi stick dengan gambar hewan tertentu. Ketika cerita dibacakan dan hewan mereka disebut, mereka harus berdiri, menirukan suara atau gerakan hewan tersebut.

Sayangnya, di game ini anak-anak agak kurang fokus. Banyak yang ngobrol sendiri atau nggak mendengarkan cerita. Tapi Ayla maklum, karena suasana sudah mulai panas dan anak-anak mulai capek. Walau nggak maksimal, mereka tetap terlihat menikmati perannya masing-masing.

Game 4: Animal Body Part Puzzle

Game keempat adalah tentang bagian tubuh hewan. Tim guru menyiapkan tiga jenis flash card: dua berisi potongan tubuh hewan, satu berisi ciri-ciri. Anak-anak harus mencocokkan potongan tubuh yang sesuai dan menjelaskan ciri-ciri hewan itu.

Game ini lumayan bikin heboh. Anak-anak berlarian mencari potongan tubuh yang hilang, sambil mencoba mengingat ciri-ciri hewan dari pelajaran sebelumnya. Seru, walaupun agak chaos.

Game 5: Matching the Animal (Find Your Partner)

Game terakhir: setiap anak memegang gambar satu hewan, lalu mereka harus mencari teman yang memegang gambar hewan yang sama. Tapi mereka nggak boleh langsung tanya, "Kamu turtle ya?" Mereka harus bertanya pakai ciri-ciri, misalnya, "Do you have a hard shell?"

Awalnya mereka bingung, tapi setelah diberi contoh, akhirnya mereka bisa menyesuaikan. Game ini sekaligus jadi cara Ayla dan teman-temannya agar anak-anak bisa duduk rapi dan siap pulang setelah acara selesai.

[Foto Bersama & Kedatangan Tamu]

Acara selesai. Mereka berfoto bersama. Meski capek, rasanya puas. Anak-anak senang, dan Ayla juga lega bisa menyelesaikan tugas MC dengan cukup baik.

Menjelang pulang, mereka kedatangan tamu: Kak Haura, guru dari cabang bimbel lain. Mereka ngobrol santai, saling cerita tentang pengalaman mengajar. Karena sudah siang, mereka memutuskan makan bareng di warung bakso dekat situ. Ayla memesan mie ayam bakso, dan ternyata... ENAK BANGET! Wah, harus dia catat dan masukin ke daftar tempat makan favoritnya. Mereka berempat makan sambil ngobrol santai.

[Pulang & Saatnya Rebahaaaaannn]

Pulang ke rumah, rasanya tubuh Ayla udah kayak mau rontok. Dia langsung rebahan di kasur dan… ketiduran. Pas bangun, hampir maghrib. Panik karena belum sholat ashar, langsung buru-buru. Setelah itu lanjut sholat maghrib.

Malam itu, sambil rebahan lagi, Ayla menulis cerita ini.

Lelah? Banget. Tapi hari ini juga penuh tawa dan kebersamaan.

Dan seperti judul tulisan ini: Ayla bahagia.

Friday, May 23, 2025

Mengeluh : Kelas Penuh, Soal Ujian, Persiapan Fun Day

Ayla : guru SD dan bimbel anak-anak

Hari itu, Ayla tidak berangkat ke sekolah. Memang tidak ada jadwal mengajar di sana, jadi ia hanya dijadwalkan masuk ke bimbel siang nanti, sekitar pukul 13.00. Malam sebelumnya ia begadang—tidak sampai larut, hanya sampai sekitar setengah sebelas malam. Tapi dengan aktivitas yang makin padat belakangan ini, tubuhnya mulai kewalahan. Ia lembur membuat soal ujian kenaikan kelas untuk siswa kelas lima. Soal yang, sayangnya, belum juga rampung.

Rencananya, pagi ini ia akan bangun pukul delapan untuk kembali melanjutkan soal itu. Namun rencana tinggal rencana—ia baru bangun pukul 09.45. Kayaknya memang tubuhnya benar-benar kelelahan.

Setibanya di bimbel, wajahnya tetap ceria. Ia tersenyum, menyapa anak-anak, menyemangati. Tapi senyum itu palsu. Di balik ekspresi ramahnya, ia menyimpan rasa lelah, muak, dan ingin menyerah. Ia tahu, ia harus bersyukur masih punya pekerjaan. Tapi pertanyaan itu diam-diam berbisik di kepalanya: kalau hatinya tidak ada di sini, layakkah ia terus memaksakan diri?

Kelas pertama dimulai. Kelas membaca dan menulis untuk anak-anak Bimba. Seharusnya hanya tiga anak yang hadir. Tapi ada dua anak tambahan—kelas pengganti karena mereka sempat absen sebelumnya. Lima anak kecil di satu ruangan kecil. Ramai bukan main. Padahal SOP-nya maksimal empat anak. Tapi, ya, mau bagaimana lagi. Ayla hanya bisa tertawa kecil dalam hati, sambil berusaha mengatur agar kelas tetap terkondisikan.

Pelajaran kedua: bahasa Inggris. Mata pelajaran yang paling membuatnya tidak percaya diri. Ia sendiri masih merasa perlu ikut les, bagaimana bisa ia mengajarkannya ke anak-anak? Kalau hanya vocabulary, ia masih mampu. Tapi begitu masuk ke kalimat dan grammar, kepalanya sering ikut pusing.

Pelajaran ketiga pun masih tentang bahasa Inggris. Untungnya, kali ini materi lebih ringan. Hanya kosa kata dasar. Sayangnya, muridnya cukup hiperaktif. Tak bisa diam barang sebentar. Energinya melompat-lompat, bertolak belakang dengan Ayla yang lebih senang ketenangan. Ia hanya bisa menarik napas panjang—guru seintrovert dirinya harus belajar menyesuaikan ritme dengan anak-anak seaktif itu.

Pukul empat sore, ia selesai mengajar. Tapi belum bisa pulang. Masih ada rapat. Para guru berkumpul membicarakan agenda besok—acara Fun Day bersama para siswa. Acara ini sebenarnya seru-seruan saja, tapi tetap saja melelahkan untuk dipersiapkan. Apalagi tidak ada upah lembur, hanya tambahan kerjaan.

Dan yang paling membuat Ayla enggan: Fun Day kali ini bertema bahasa Inggris. Ia bahkan ditunjuk jadi MC. Entah harus tertawa atau menangis. Ia hanya bisa membayangkan dirinya nanti akan lebih banyak berbicara dalam bahasa Indonesia daripada bahasa Inggris.

Pukul 17.40 ia akhirnya tiba di rumah. Rebahan sebentar, membuka laptop, dan mulai menulis. Cerita hari ini.

Malam ini, setelah menulis, ia harus lembur lagi. Mengerjakan soal yang tertunda.

Dan sekali lagi, ia bertanya dalam hati, “Kapan ya aku bisa keluar dari lingkaran pendidikan ini?”